Berita Terkait
Space Iklan
300 x 80 Pixel
Al-Qur’an telah
menerangkan bahwa kehidupan di dunia ini adalah bagaikan sebatang pohon
yang tumbuh, berkembang, berbuah, layu dan akhirnya mati musnah di telan
bumi. Ada fase dalam kehidpan yang harus dilalui meskipun fase itu
terkesan lama, sesungguhnya hanya amun-amun belaka
ان الحمد لله الذى
أرسل رسوله بالهدى ودين الحق ليظهره على الدين كله. أرسله بشيرا ونذيرا
وداعيا الى الله باذنه وسراجا منيرا. أشهد ان لا اله الا الله وحده لا شريك
له. شهادة اعدها للقائه ذخرأ. واشهد ان محمدا عبده و رسوله. ارفع البرية
قدرا. اللهم صل وسلم وبارك على سيدنا محمد وعلى أله وأصحابه وسلم تسليما
كثيرا. أما بعد. فياأيها الناساعْلَمُوا أَنَّمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا
لَعِبٌ وَلَهْوٌ وَزِينَةٌ وَتَفَاخُرٌ بَيْنَكُمْ وَتَكَاثُرٌ فِي
الْأَمْوَالِ وَالْأَوْلَادِ ۖ كَمَثَلِ غَيْثٍ أَعْجَبَ الْكُفَّارَ
نَبَاتُهُ ثُمَّ يَهِيجُ فَتَرَاهُ مُصْفَرًّا ثُمَّ يَكُونُ حُطَامًا ۖ
وَفِي الْآخِرَةِ عَذَابٌ شَدِيدٌ وَمَغْفِرَةٌ مِنَ اللَّهِ وَرِضْوَانٌ ۚ
وَمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلَّا مَتَاعُ الْغُرُورِ
Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah
Marilah kita bersama meningkatkan ketaqwaan kita kepada Allah Yang
Maha Kuasa dengan mementingkan segala perintah-Nya dan mengalahkan
urusan dunia. Sungguh urusan dunia itu hanyalah bersifat sementara.
اعْلَمُوا أَنَّمَا
الْحَيَاةُ الدُّنْيَا لَعِبٌ وَلَهْوٌ وَزِينَةٌ وَتَفَاخُرٌ بَيْنَكُمْ
وَتَكَاثُرٌ فِي الْأَمْوَالِ وَالْأَوْلَادِ ۖ كَمَثَلِ غَيْثٍ أَعْجَبَ
الْكُفَّارَ نَبَاتُهُ ثُمَّ يَهِيجُ فَتَرَاهُ مُصْفَرًّا ثُمَّ يَكُونُ
حُطَامًا ۖ وَفِي الْآخِرَةِ عَذَابٌ شَدِيدٌ وَمَغْفِرَةٌ مِنَ اللَّهِ
وَرِضْوَانٌ ۚ وَمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلَّا مَتَاعُ الْغُرُورِ
Ketahuilah, bahwa sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah
permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah- megah
antara kamu serta berbangga-banggaan tentang banyaknya harta dan anak,
seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani; kemudian
tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning kemudian
menjadi hancur. Dan di akhirat (nanti) ada azab yang keras dan ampunan
dari Allah serta keridhaan-Nya. Dan kehidupan dunia ini tidak lain
hanyalah kesenangan yang menipu.
Imam Najmuddin an-Nasafi menafsirkan bahwa setiap fase kehidupan tersebut akan dilalui oleh manusia selama delapan tahun.
Pertama
La’ibun secara bahasa
berarti sebuah permainan. Permainan merupakan kata yang menunjuk pada
tidak adanya keseriusan. Dalam bahasa Indonesia keseharian ‘mainan’
adalah anonim dari ‘beneran’. Dengan kata lain, bahwa kehidupan di
dunia ini bukanlah sesuatu yang beneran, tapi hanya bohongan. Rumah di
dunia adalah rumah-rumahan, kawin di dunia adalah kawin-kawinan dan
begitulah seterusnya.
Jika diterapkan penafsiran Imam Najmuddin dalam ayat ini, maka fase
la’ibun
ada fase pertama dari kehidupan manusia selama berumur 1-8 tahun yang
berisikan permainan. Lihat saja anak-anak kita yang tidak terlalu banyak
berpikir dalam usia tersebut. Bahkan begitu pentingnya permainan hingga
diciptakanlah berbagai macam kelompok bermain (playgroup). Hal ini
persis dengan apa yang dikatakan oleh Imam ar-Razi dalam tafsirnya
Mafatihul Ghaib, bahwa
la’ibun
merupakan karakter anak-anak yang tidak pernah memikirkan manfaat dari
apa yang dilakukannya, karena semua itu hanya sekedar permainan.
Jama’ah Jum’ah Rahimakumullah
Kedua
lahwun adalah sifat lalai yang
terdapat dalam diri manusia, lalai karena tidak terbiasa berpikir
panjang atau sengaja tidak mau berpikir panjang. Apa yang dilakukan
selalu menurut tuntutan hawa nafsu. Tawuran, kebut-kebutan semua
dilakukan tanpa ada pertimbangan, asal hati senang maka kakipun
melangkah. Inilah sifat yang melanda anak manusia dalam fase kedua
kehidupannya, ketika remaja berumur 9-16 tahun.
Ketiga
zinatun, bahwa dunia ini
adalah perhiasan semata. Dunia seisinya tidak lebih dari asesoris
kehidupan. Imam ar-Razi mengatakan bahwa fase ini banyak menerpa kaum
hawa. Ketika umur telah mulai menginjak tujuh belas tahu, maka mulailah
perempuan itu menyadari akan keperempuanannya. Mulailah apa yang disebut
dengan masa kedewasaan. Diantara tanda-tandanya adalah berlama-lama di
depan kaca. Mematut muka, merias diri, memperbesar apa yang sekiranya
masih kecil dan berusaha memperbesarkannya.
Begitu juga dengan masalah penampilan, fase kehidupan ini (17-24
tahun), anak manusia selalu ingin tampil mengagumkan. Motor harus ada,
HP harus seri terbaru, kuliah harus diperguruan tinggi. Padahal jika
dipikir lebih dalam, semua tuntutan itu hanya semakin menjauh dari
subtansi kehidupan. Tidak peduli pengetahuan yang didapat, yang penting
universitas yang terkenal. Tidak peduli dengan pantas atau tidak yang
penting tampil keren dan mempesona. Sungguh semua itu adalah dalil
betapa kehidupan dunia ini adalah asesoris belaka.
Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah
Keempat,
tafakhurun baynakum artinya
dunia
menjadi tempat untuk saling bermegah-megahan, dunia menjadi media
saling menyombongkan diri, atau dalam bahasa jawa disebut
‘anggak-anggakan’. Baik saling menyombongan kepunyaan maupun
ke’turunan’. Biasanya dalam fase ini antara umur 25-32 tahun anak
manusia mulai mencari jati dirinya. Dalam pencarian itulah ada kalanya
dia membanggakan nasabnya, atau membanggakan milik ayahnya hanya sekedar
ingin terlihat lebih di antara sesama.
Kelima
takatsurun fil amwal, bahwa dunia
ini adalah tempat memperbanyak harta dan keturunan. Inilah puncak dari
fase kehidupan manusia ketika berumur 33 tahun dan seterusnya. Pada
saat-saat inilah kita melihat semangat yang menggebu dalam diri manusia
untuk berbisnis menumpuk harta Bahkan juga masa memanjakan anak dan
keluarga. Maka janganlah heran jika para koruptor itu didominasi oleh
orang orang muda yang ingin menumpuk harta.
Keenam
takatsurun fil aulad, fase ini
merupakan kelanjutan dari fase sebelumnya. Jika menuruti pendapat Iman
Najmuddin an-Nasafi, maka umur empat puluh ke atas adalah masa yang
wajar seseorag mulai memperhatikan kepentingan anak dan cucu-cucunya.
Memabanggakan dan terlalu memikirkan kehidupan mereka. Seolah tidak tega
jika melihat anak dan cucu itu terlantar hidupnya, maka diteruskanlah
fase sebelumnya, sehingga para berkorupsi demi anak cucu dan
bernepotisme menjalin jejaring yang kuat untuk mempertahankan kekayaan
dan kehidupannya.
Maka menjadi tidak aneh, ketika kesempatan berkumpul dengan sesama
dalam reoni keluarga atau reoni kawan lama yang akan dipertanyakan
adalah berapa jumlah anak dan cucunya.
Inilah, keadaan hidup di dunia. Jikalau kita tidak sekedar sadar
diri niscaya kita akan terhanyut dalam arus yang makin menjauhkan hidup
ini dari subtansinya. Semakin tersibukkanlah kita dengan remeh temeh
keduniawian yang tidak ada putusnya, dunia bakagikan candu yang tidak
mudah dihentikan.
Hadirin Jama’ah Jum’ah yang Dimuliakan Allah
Maka, begitulah remeh temeh perjalanan hidup di dunia dan betapa
sebenatarnya kehidupan ini, sehingga ditamsilkan dalam ayat ini bagaikan
umur tumbuhan yang tersiram , tumbuh, berbuah lalu hancur tak berbekas.
كَمَثَلِ غَيْثٍ أَعْجَبَ الْكُفَّارَ نَبَاتُهُ ثُمَّ يَهِيجُ فَتَرَاهُ مُصْفَرًّا ثُمَّ يَكُونُ حُطَامًا
seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani;
kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning
kemudian menjadi hancur.
Oleh karena itulah sungguh beruntung mereka yang mengerti dan menyadarinya, lalu membenahi langkah dalam kehidupannya.
بَارَكَ اللهُ لِيْ
وَلَكُمْ فِيْ اْلقُرْآنِ اْلعَظِيْمِ وَنَفَعَنِي وَإيَّاكُمْ ِبمَا
ِفيْهِ مِنَ اْلآياَتِ وَالذكْر ِالْحَكِيْمِ وَتَقَبَّلَ مِنِّي
وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ إنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ اْلعَلِيْمُ
Khutbah II
اَلْحَمْدُ للهِ
عَلىَ اِحْسَانِهِ وَالشُّكْرُ لَهُ عَلىَ تَوْفِيْقِهِ وَاِمْتِنَانِهِ.
وَاَشْهَدُ اَنْ لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ وَاللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ
لَهُ وَاَشْهَدُ اَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ
الدَّاعِى اِلىَ رِضْوَانِهِ. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ
وِعَلَى اَلِهِ وَاَصْحَابِهِ وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا كِثيْرًا
اَمَّا بَعْدُ
فَياَ اَيُّهَا النَّاسُ اِتَّقُوااللهَ فِيْمَا اَمَرَ وَانْتَهُوْا
عَمَّا نَهَى وَاعْلَمُوْا اَنَّ اللهّ اَمَرَكُمْ بِاَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ
بِنَفْسِهِ وَثَـنَى بِمَلآ ئِكَتِهِ بِقُدْسِهِ وَقَالَ تَعاَلَى اِنَّ
اللهَ وَمَلآ ئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِى يآ اَيُّهَا الَّذِيْنَ
آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اللهُمَّ صَلِّ
عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلِّمْ وَعَلَى آلِ
سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَنْبِيآئِكَ وَرُسُلِكَ وَمَلآئِكَةِ
اْلمُقَرَّبِيْنَ وَارْضَ اللّهُمَّ عَنِ اْلخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ
اَبِى بَكْرٍوَعُمَروَعُثْمَان وَعَلِى وَعَنْ بَقِيَّةِ الصَّحَابَةِ
وَالتَّابِعِيْنَ وَتَابِعِي التَّابِعِيْنَ لَهُمْ بِاِحْسَانٍ
اِلَىيَوْمِ الدِّيْنِ وَارْضَ عَنَّا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَا اَرْحَمَ
الرَّاحِمِيْنَ
اَللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ
وَاْلمُسْلِمَاتِ اَلاَحْيآءُ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ اللهُمَّ اَعِزَّ
اْلاِسْلاَمَ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَاْلمُشْرِكِيْنَ
وَانْصُرْ عِبَادَكَ اْلمُوَحِّدِيَّةَ وَانْصُرْ مَنْ نَصَرَ الدِّيْنَ
وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ اْلمُسْلِمِيْنَ وَ دَمِّرْ اَعْدَاءَالدِّيْنِ
وَاعْلِ كَلِمَاتِكَ اِلَى يَوْمَ الدِّيْنِ. اللهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا
اْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ وَالزَّلاَزِلَ وَاْلمِحَنَ وَسُوْءَ اْلفِتْنَةِ
وَاْلمِحَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ عَنْ بَلَدِنَا
اِنْدُونِيْسِيَّا خآصَّةً وَسَائِرِ اْلبُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ عآمَّةً
يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ. رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى
اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. رَبَّنَا ظَلَمْنَا
اَنْفُسَنَاوَاِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ
اْلخَاسِرِيْنَ. عِبَادَاللهِ ! اِنَّ اللهَ يَأْمُرُنَا بِاْلعَدْلِ
وَاْلاِحْسَانِ وَإِيْتآءِ ذِى اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشآءِ
وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْي يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ
وَاذْكُرُواا