Judul : Meluruskan Doktrin MTA; Kritik Atas Dakwah Majelis Tafsir Al-Qur’an
Penulis: Nur Hidayat Muhammad
Penerbit: Muara Progresif, Surabaya
Cetakan: I, Januari 2013
Tebal : xiv + 206 hlm.
Pemesanan : 087 833 225 136
Peresensi: Ihya `Ulumuddin*
Dalam banyak hal, warga Nahdliyyin kerap menjadi target dan sasaran
beruntun kelompok atau aliran-aliran yang kontra secara aqidah dan
amaliah dengan ormas Islam terbesar di Indonesia
ini. Di antara kelompok yang secara gamblang menaruh “ketidaksukaan”
kepada warga nahdliyyin ialah MTA atau biasa disebut Majelis Tafsir
al-Qur’an, yakni lembaga dakwah yang menyublimasi dirinya menjadi sebuah
yayasan dengan pendidirinya Abdullah Thufail Saputra pada 19 September
1972.
Untuk kesekian kalinya, kemunculan MTA merupakan warning bagi warga
Nahdliyyin secara khusus, dan umat Islam pada umumnya setelah Syiah,
Wahabi, Hizbut Tahrir, Jama’ah Tablig, Jama’ah Islamiyah dan sebagainya.
Apa yang sejatinya salah dengan MTA, dan mengapa juga kehadirannya
menjadi peringatan bagi warga Nahdliyyin? Melalui karya saudara Nur
Hidayat Muhammad dalam bentuk bukunya yang berjudul “Meluruskan Doktrin
MTA; Kritik Atas Dakwah Majelis Tafsir Al Qur’an di Solo” banyak hal
diungkapkan mengenai segala jeroan MTA, yang darinya dapat diambil
sebuah pelajaran penting hingga nantinya bisa mengenali secara kaffah
MTA dengan segala gerak-tingkah dan dakwahnya yang berpusat di Solo
(Surakarta) ini.
Sejak awal pendirian, MTA sudah diindikasi sebagai sebuah organisasi
yang tidak “dikehendaki” kelahirannya oleh masyarakat. Dalam situs
resminya, MTA mengakui demikian. MTA tidak dikehendaki menjadi
ormas/orpol tersendiri di tengah-tengah ormas-ormas dan orpol-orpol
Islam lain yang telah ada, dan tidak dikehendaki pula menjadi onderbouw
ormas-ormas atau orpol-orpol lain. Untuk memenuhi keinginan ini, bentuk
badan hukum yang dipilih adalah yayasan. Pada tanggal 23 Januari tahun
1974, MTA resmi menjadi yayasan dengan akta notaris R. Soegondo
Notodiroerjo. (http://www.mta-online.com/sekilas-profil/)
Meski dikenal sebagai sebuah yayasan, dalam pergerakannya ia tidak
lazimnya sebuah yayasan. MTA sebagai yayasan mempunyai hidden mission,
yakni misi dakwah dan pendoktrinan sebuah ajaran. Kalau boleh
disinggung, sedikitnya ada tiga point penting yang perlu dicermati dari
ekstrimitas gerakan dakwah dalam ajaran MTA ini. Antara lain, konsep
jama’ah MTA, bangunan aqidah MTA, dan manhaj atau metode berpikir MTA.
Pertama, konsep jama’ah yang diyakini MTA ialah memakai
sistem Imam yang dibai’at, dita’ati dan dijadikan sebagai panutan
seluruh anggota MTA. Lebih ekstrim, jika ada anggota yang keluar dari
MTA, tiada lain “hadiahnya” adalah diboikot. Kedua, dalam masalah
aqidah, MTA mengingkari syafa’at di akhirat; mengimani kalau
orang Islam masuk neraka, maka akan selamanya di neraka tanpa sedikitpun
mencicipi surga, sebagaimana pemahaman kelompok Khawarij dan
Mu’tazilah; dan mengingkari kesurupan jin dan mengingkari santet.
Begitupun manhaj yang dipedomani MTA, corak berpikir MTA dalam
memahami dan mengambil sebuah hukum, porsi akal menduduki peran yang
signifikan, bahkan tidak sedikit mereka mengesampingkan hadits-hadits
shahih jika ada kontradiksi dengan al-Qur’an. Corak berifikir yang
senantiasa mengunggulkan akal semacam ini, tentu akan beriring-kelindan
dengan produk-produk ajarannya. Baik dari segi akidah, pemikiran, hukum
(fiqih), tradisi-tradisi yang dijalankan, hingga pada lingkup yang lebih
luas lagi. Satu misal dalam corak pemikiran MTA, mereka tidak lagi
mengakui kredibilitas Ulama’ dan produk-produk ijtihadnya. Justru mereka
memposisikan para Ulama’ sebagai kaum Ortodoks (kolot) yang tidak perlu
diikuti, karena hanya al-Qur’an dan as-Sunnah saja yang benar menurut
mereka.
Di samping pola gerakan MTA yang tergolong ekstrim, MTA juga boleh
dikata memasuki wilayah kerancuan, ketidakjelasan dan tidak konsisten
dalam berpendapat dan memutuskan sebuah hukum. Tahlil dan shalawat oleh
MTA dinilai sesat karena tidak berdasarkan tuntunan Nabi, begitu pun
yasinan dan selamatan, dituding sebagai amalan syirik yang tidak pernah
sekalipun Nabi ajarkan. Meskipun demikian berani MTA menusuk ke
organ-organ amaliah warga Nahdliyyin, disayangkan MTA tidak cukup berani
untuk mendialogkan (baca: mempertanggungjawabkan) hasil dari “Ngaji
Al-Qur’an Sak Maknane” tersebut di depan masyarakat luas. Wa’allahu ‘alam!
* Peresensi adalah staff di Aswaja NU Center PW NU Jawa Timur.
Sumber: NU Online
Monday, 17 February 2014
Ekstrimisme dan Kerancuan Dakwah MTA
08:48
1 comment
Subscribe to:
Post Comments (Atom)









bisa beli bukunya di mn admin.. mtr nwn
ReplyDelete